anda pengunjung ke

Saturday, February 2, 2013

BURU PENGENDAP DANA SERTIFIKASI

JAKARTA – Para pejabat kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang terlibat menilep bunga tunjangan profesi pendidik (TPP) terancam berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Irjen Kemendikbud) Haryono Umar memastikan hampir seluruh pemkab/pemkot mengendapkan TPP ke rekening pemda. Hanya saja, mantan pimpinan KPK itu mengaku tidak hapal berapa jumlah TPP yang diendapkan masing-masing pemkab/pemkot dimaksud……..

“Yang jelas ada datanya dan hampir semuanya mengendapkan tunjangan guru di rekening mereka,” ujar Haryono Umar kepada JPNN ini di Jakarta, kemarin (2/1).

Dia hanya menyebut angka TPP 2012 yang diendapkan di rekening oleh seluruh pemkab/pemkot se-Indonesia, yang jumlahnya Rp10 triliun. Uang Rp10 triliun itu merupakan bagian dari Rp40 triliun TPP 2012 yang ditransfer ke pemkab/pemkot.

Itjen Kemendikbud segera berkoordinasi dengan KPK untuk menelusuri kemana bunga simpanan TPP sebesar Rp10 triliun itu. Dia menjelaskan, menggandeng KPK tidak semata untuk mengoptimalkan sisi pencegahannya, tapi juga di aspek penindakan.

“Kami akan segera membahasnya dengan KPK untuk upaya pencegahannya. Untuk penindakan juga, terkait masalah bunga simpanannya ke mana,” imbuhnya lagi.

Dijelaskan, TPP yang menjadi hak guru mestinya langsung disalurkan ke guru begitu ditransfer oleh kemenkeu ke rekening kas APBD pemkab/pemkot. Nah, untuk mengakhiri praktek buruk ini, kemendikbud akan mencari formula yang tepat agar ke depan TPP tak lagi ngendon di rekening pemda. Selain dengan KPK, Itjen Kemendikbud juga manggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kemendagri, dan kemenkeu.

Pasalnya, tunjangan pendidikan yang langsung ditransfer ke daerah jumlahnya terus bertambah. Tahun 2013 ini saja, besarnya mencapai Rp220 triliun. Sebesar Rp128 triliun diantaranya untuk gaji guru di daerah. “Khusus untuk tunjangan guru tahun ini sebesar Rp47 triliun. Jadi, T (triliun, red) semua, tak ada yang M (miliar),” kata Haryono.

Haryono menduga, belum disalurkannya dana Rp10 triliun yang mestinya menjadi hak guru itu, disebabkan lemahnya sistem pengawasan di daerah. Dua pihak yang dia soroti adalah Inspektorat Pengawas Daerah (Irwasda) dan DPRD-nya.

Inspektorat di daerah berdalih kurang dana sehingga tidak mampu melakukan pengawasan secara optimal. “Kalau tak ada bensin ya bagaimana bisa jalan. Itu alasan mereka,” ujar Haryono.

Mestinya, harap dia, DPRD mengalokasikan anggaran yang pantas bagi aparat pengawasan di daerah. “Mestinya DPRD peduli dong, ini masalah pendidikan, menyangkut kualitas bangsa di masa depan,” kata Haryono.
 

No comments: