anda pengunjung ke

Monday, April 8, 2013

UN TIDAK MENJIWAI KTSP

 Model Baru UN Diragukan Bisa Meminimalisir Kecurangan
 JAKARTA - Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) memprediksi tingkat kelulusan ujian nasional (UN) 2013 akan tetap tinggi  walaupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan perubahan pelaksanaan UN dengan menambah variasi soal dan paket soal menggunakan barcode.

Hal ini dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) FGII, Iwan Hermawan, Rabu (27/3). Menurutnya, mengubah variasi soal UN menjadi 20 dan penggunaan barcode pada paket soal UN tidak akan mampu mengantisipasi kecurangan-kecurangan pelaksanaan UN.

"Karena kecurangan bukan hanya terjadi pada UN tapi pada ujian sekolah (US) pun terjadi dengan dalih konversi nilai US. Hampir setiap sekolah mematok nilai sekolah (NS) yang merupakan gabungan nilai rapot dan US minimal sesuai kriteria ketuntasan mininal (KKM)," ungkap Iwan saat berbincang dengan jpnn.com di Jakarta.

Dia menjelaskan, jika sekolah sudah memberi nilai NS 8 (40%), maka dengan nilai UN 3.8 (60%) saja, siswa sudah mendapatkan nilai 5.5 sesuai batas aman nilai kelulusan. Sehingga dia menilai upaya-upaya yang dilakukan Kemdikbud percuma kalau tidak ada perubahan total sistem UN.

"Jadi yang ada hanya penghamburan biaya saja. Selain tingkat intervensi pemerintah daerah yang sudah mentarget lulus 90 persen, sehingga mendorong sekolah melakukan mark up nilai sekolah," tegasnya.

Lantas apa solusi yang tepat agar kecurangan UN tidak terjadi lagi. "UN jangan dijadikan penentu kelulusan, tapi untuk pemetaan saja," pungkasnya.

Diketahui Kemdikbud meningkatkan sistem pelaksanaan UN dengan menambah variasi soal jadi 20 di setiap ruangan. Selain itu lembar soal dan jawaban menggunakan barcode. Mendikbud Mohammad Nuh beralasan penambahan variasi soal dilakukan agar siswa lebih fokus

Pada diskusi pendidikan akhir-akhir ini sering terungkap pernyataan pesimistis bahwa perubahan kurikulum tidak akan berdampak pada peningkatkan mutu pendidikan. “ apa pun kurikulumnya, jika masih UN, hasilnya akan sama saja. Dengan dilandasi asumsi seperti ini, maka pengahapusan Ujian Nasional pada tingkat sekolah dasar disambut baik.
Dari perbincangan di atas, kita dapat menarik beberapa butir pernyatan
  • UN menyebabkan terpasungnya daya kreativitas siswa,
  • UN menyebabkan mata pelajaran lain dianggap tidak penting,
  • Karena UN, strategi pembelajaran di sekolah dominan dilakukan dengan teknik latihan soal yang intensif.
  • Sekali pun kurikulum berubah, sepanjang UN masih berlaku,  latihan soal akan tetap dominan.
Sekilas tampak bahwa pernyataan itu benar dan diperoleh dari cara berpikir yang benar. Jika ditelaah lebih dalam ternyata pernyataan itu lahir dari  penalaran yang kurang logis. Sekolah berpikir terbalik.  Seharusnya bukan UN yang menyebabkan kegagalan, tetapi orang yang berhasil  kerhasil mengantisipasi UN. Pernyataan ini sesuai dengan prinsip “the man behind the gun”. 
Untuk membuktikan ketidaktepatan logika pada pernyataan di atas, kita bandingkan dengan  konsep pendidikan tentang sekolah efektif. Pam Sammsonsn(1999) menyatakan bahwa efektivitas sekolah menyangkut empat komponen, yaitu (1) Pencapaian belajar siswa (2) pengalaman belajar siswa (3) pengembangan guru dan sekolah (4) keterlibatan komunitas.
Pada teori di atas jelas bahwa kompetensi lulusan menjadi poros utama pengembangan komponen  sistem pendidikan. Artinya sekolah harus jelas merumuskan kompetensi siswa yang sekolah harapkan. Kejelasan itu terlihat pada keterkaitan SKL, kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian belajar siswa.
Rumusan SKL dan indiaktor yang terukur dengan jelas berfungsi mengarahkan pengembangan rencana pembelajaran,  materi ajar, proses pembelajaran, penilaian, kompetensi pendidik, sarana yang dibutuhkan, hingga biaya yang harus tersedia. Oleh karena itu SKL dinyatakan sebagai poros sistem pendidikan.
UN merupakan salah satu strategi penilaian hasil belajar, benar turut menentukan, namun bukan satu-satunya penentu. Yang jauh lebih menentukan adalah  kepala  dalam mengatur manajemen pembelajaran dan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran. Efektivitasnya bergantung pada sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menentukan kapasitas dan kapabelitas kepala sekolah dan guru. Berdasarkan prinsip ini dapat dinyatakaan bahwa kepala sekolah dan guru menentukan pencapaian hasil belajar siswa, termasuk UN. Bukan sebaliknya.
Boleh jadi pendidikan Indonesia dikembangkan dengan dasar pemikiran yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Sekolah dalam menghadapi UN jelas menggunakan logika yang kurang rasional. UN dapat menyebabkan kurikulum tumpul. Sekolah memilih metode pelatihan soal sebagai cara terbaik. Pada tidak sulit kita membuktikan bahwa sedikit sekali teori belajar yang menyatakan bahwa strategi latihan soal  terbukti dapat meningkatkan standar kompetensi lulusan.
Mengubah pola pikir ini pasti tidak mudah. Sekali pun pendekatan inkuiri, problem solving, kolaboratif, saintif, penugasan; kecakapan berpikir kritis, kecakapan berpikir ilmiah, penilaian otentik secara keilmuan terbukti secara empirik berdampak meningkatkan kompetensi siswa namun banyak sekolah tidak yakin dengan keampuhan pendekatan dan metede tersebut dapat meningkatkan kesipan siswa menghadap UN.
Bisa jadi sebenarnya pendidikan Indonesia sedang kehilangan pikran sehatnya. Kekalutan pendidik dan tenaga kependidikan tumbuh karena takut siswanya tidak lulus UN. Yang luar biasa, semua ini berproses bukan karena para pendidik tidak tahu. Mereka menyadari bahwa strategi sekolah dalam membantu siswa lulus UN dengan mengandalkan latihan soal bukan pilihan terbaik. Mereka seungguhnya tunduk pada keadaan yang sulit dielakan.
Memang ironis. Kita memahami kondisi ini  seperti orang dalam keadaan sakit, memakan obat terus menerus walaupun jelasobat tidak terbukti menyembuhkan. Guru, kepala sekolah, pengawas, dan pemangku kepentingan lain tidak sanggup menghentikan kebiasaan makan obat yang salah dan menjadi kecanduan. Yang pasti jika kondisi ini berproses dalam jangka waktu yang lama,  maka perbaikan pendidikan menjadi akan lebih sulit.
Masalah ini seharusnya dapat diselesaikan secara bertahap. Di antaranya dengan cara meningkatkan  keterampilan guru menerapkan strategi mengajar siswa aktif, kreatif dan efektif. Pendekatan kegiatan kolaboratif, problem solving, berpikir kritis sebaiknya dikembangkan terus agar guru-guru dapat membuktikan bahwa proses pelaksanaan tugasnya berdampak pada peningkatkan kesiapan siswa menghadapi UN dan tantangan lainnya.
Untuk menjamin bahwa guru meningkatkan kompetensinya harus dibuktikan dalam pelaksanakan tugasnya di dalam kelas melalui pemantauan atau supervisi. Kelemahan pendidikan di Indonesia selama ini, guru kurang mendapat perhatian baik dari kepala sekolah maupun pengawas bahwa mereka melaksanakan tugas sesuai dengan yang seharusnnya. Jika hal ini tidak pernah diperbaiki maka tak ada lagi pilar penjamin bahwa guru benar bekerja secara profesional dalam kelas.
Penerapan paradigma dari guru yang mengatur pelaksanaan tugasnya sendiri dalam kelas atau mengikuti instruksi melatih mengerjakan soal diharapkan akan mengalami perbaikan bersamaan dengan pemberlakukan kurikulum 2013. Apabilan kondisi seperti ini dapat berproses, maka seharusnya sekolah tidak menghadapi UN dengan strategi tunggal, belajar adalah latihan mengerjakan soal.
Perubahan memerlukan dukungan segenap pemangku kepentingan di sekolah secara bertahap dalam menggunakan logika yang tepat bahwa pendidik dan tenaga kependidikan adalah penentu mutu lulusan tanpa tersandung dengan logika UN menentukan strategi pengelolaan proses belajar siswa. Dengan demikian pendidikan kita tidak lagi tersesat di jalan yang benar.
Pendidikan yang sehat adalah pendidikan berdasarkan ilmu. Pendidikan yang sehat pasti didasari dengan  dasar asumsi yang benar. Jika ini dapat dijamin maka  jangankan mengerjakan UN, berhadapan dengan soal yang jauh lebih sulit pun para siswa akan dapat mengerjakannya dengan baik dan benar.
Sebagai orang beriman kita juga yakin bahwa Tuhan menjamin derajat orang-orang jika mereka menguasai  ilmu yang diperoleh dari cara yang berilmu.
Yang perlu kita tinggalkan adalah logika siswa akan Aman yang tangguh jika dilatih terus menerus mengerjakan soal .Ini benar-benar sebagai persoalan.
Contoh Simulasi Nilai Sekolah 
Contoh Permohonaan Penambahan Jam pada sekolah lain


No comments: